Sabtu, 11 April 2009

BI Akan Longgarkan Aturan Kredit Bermasalah

JAKARTA. Bank Indonesia (BI) berniat melonggarkan peraturan tentang kredit bermasalah atau non-performing loan (NPL). Tujuannya adalah mempercepat laju pertumbuhan kredit perbankan di masa krisis.

Gubernur Boediono menyatakan, ketentuan yang akan berubah adalah mengenai keharusan memasukkan kredit yang sedang dalam proses restrukturisasi ke dalam kategori kredit bermasalah. "Para bankir menilai peraturan itu tidak fair. Menurut mereka, restrukturisasi bertujuan untuk menghindari NPL, bukan justru menambah NPL," ujar Boediono seperti dikutip Bloomberg, Selasa (7/4).

Dalam peraturan yang kini berlaku, bank harus menilai kualitas kredit berdasarkan kelayakan debitur, kelancaran pembayaran utang, dan prospek bisnis. BI memperbanyak faktor penilai kualitas kredit itu setelah industri perbankan terguncang krisis pada 1997-1998 silam. Sekadar catatan, sebelum krisis, pengukuran kualitas kredit perbankan hanya berdasarkan pada kelancaran pembayaran pokok utang dan bunga saja.

Jika BI benar-benar mencabut keharusan membukukan kredit yang sedang dalam proses restrukturisasi sebagai kredit bermasalah, itu merupakan pelonggaran kedua di masa krisis. Sebelumnya, BI sudah mengubah ketentuan soal perhitungan kolektibilitas kredit yang bernilainya di bawah Rp 500 juta. Ukuran kualitas kredit yang bernilai kecil sekarang ini kembali pada kelancaran pembayaran utang pokok dan bunga, seperti sebelum krisis.

Para bankir tentu menyambut gembira rencana BI. Direktur Utama PT Bank Mandiri Tbk Agus Martowardojo menjelaskan, kelonggaran peraturan mengenai NPL membuat bank semakin leluasa melakukan restrukturisasi utang.

Para bankir menilai, dalam waktu dekat ini upaya restrukturisasi kredit pasti semakin banyak karena banyak usaha yang terpukul oleh lesunya pasar global. Jadi, perubahan peraturan itu bisa menjaga agar rasio NPL sebuah bank tak membengkak. "Kami bisa merestrukturisasi kredit yang masuk dalam kategori satu, supaya tidak menjadi kredit macet, tanpa harus menurunkan kolektibilitasnya lebih dahulu," kata Agus.

Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia Tbk. Sofyan Basir juga sepakat dengan pandangan Agus. Dalam peraturan sekarang, bankir tak bisa berbuat banyak untuk mencegah memburuknya kualitas kredit.

Supaya kredit bisa mengalir lebih deras, Agus juga meminta BI melonggarkan aturan tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK). Pelonggaran itu bermaksud agar bank bisa membantu anak perusahaannya yang kesulitan likuiditas.

Saat ini, bank hanya boleh menyalurkan kredit ke perusahaan afiliasi maksimal sebesar 10% dari modal. Sementara kredit ke perusahaan non-afiliasi maksimal 20% dari modal bank.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar